Senin, 17 Maret 2014

Pertemuan Terakhir

Aku pikir kita tak akan bertemu lagi. . .



Panas menyengat siang itu cukup menyedot moodku yang memang sedang buruk-buruknya. Deadline yang belum kukerjakan, terlambat karena  traffic jam pagi itu dan hal-hal sepele seperti baju yang kurang match-ing karena atasan krem favoritku tiba-tiba ketumpahan kopi semenit sebelum aku berangkat, yang terpaksa aku ganti dengan baju seadanya alias yang paling cepat terlihat mata. Tak seburuk itu sebenarnya, cuma kurang match dengan sepatu 7cm cokelat muda yang aku pakai hari itu.

Sebenarnya memang aku sudah berharap-harap hari itu akan jadi hari yang biasa-biasa saja, tidak bertemu denganmu tentunya. Sudah lama nampaknya kita tak bersua. Mungkin ada kerinduan, sedikit.

Rasa-rasanya aku menulis terlalu gamblang tentang apa yang terjadi siang itu. Kau yang datang tiba-tiba (lagi), aku yang (masih) tak sanggup bertemu denganmu dan kecanggungan kita saat ini. Aku buru-buru membayar bon kopiku. Aku tak berani menatapmu, hanya mencuri pandang sedikit saja.

Beberapa bulan perjuangan melupakanmu membias sudah.
Aku ingat aku pernah ingin selalu menatapmu lebih lama.  Juga mengikuti gerak tingkahmu dengan sudut mataku. Tanganmu yang menari-nari ketika menjelaskan sesuatu selalu membuatku tertawa, juga leluconmu yang selalu membuatku berpura-pura kesal.

Ada memori yang pernah ingin aku hapus, tapi aku menulisnya kembali. Kali ini bukan tentang kau dan aku.
Biarlah ini hanya tentang aku dan kenanganku.
Karena tak selalu cerita indah berakhir dengan kebersamaan.