Kunyalakan mesin mobil dengan tergesa, melajukannya dengan kecepatan sedikit lebih cepat dari biasanya. Otakku mulai tak bisa berpikir, rasanya seperti tidak waras, terlalu banyak yang melesat di dalamnya. Kebisingan yang ditimbulkan dari tetesan hujan yang berbalapan menambah ricuh suasana. Aku menyalakan lampu mobilku ketika jalanan mulai tampak kabur dengan wipper menyala pada kecepatan paling tinggi.
Aku meraba tasku pada dudukan samping, mencoba menggapai blackberry-ku yang tadi sempat kulemparkan ke dalamnya. Tidak ada. Aku tak menemukannya. Sial pasti terjatuh tadi.
Aku menghentikan mobilku di salah satu mini market, membeli sesuatu yang sepertinya akan aku butuhkan dan kembali meneruskan perjalanan yang tak ku tau arah tujuannya. Aku mengusap pipiku yang mulai basah, mengelus ternggorokanku yang rasanya tercekat, sesak atau entah apa namanya. Pemandangan malam ini begitu indah, seharusnya. Lampu-lampu jalan temaram, lampu-lampu kendaraan yang saling bertabrakan karena jalanan mulai padat merayap akibat hujan. Kulihat air mulai merayap di trotoar dan untungnya masih belum dapat membuat mobilku mati. beberapa orang kulihat mulai menggandeng sepeda motor mereka yang mati. Aku membelokkan mobilku ke salah satu kedai kopi terdekat. Secangkir kopi hangat akan menenangkanku, kurasa.
Duduk di meja paling depan, memesan secangkir hot cappucino dan sebuah large chocolate muffin. Kuambil kotak yang tadi kubeli, mengetuknya perlahan dan mengambilnya sebatang. Aku menyalakannya perlahan, menghisapnya seperti yang kulihat pada beberapa orang sekitar. Rasanya hangat, atau panas? Entahlah, sejujurnya aku benci asap. Tapi kupikir merokok setidaknya menghilangkan sedikit tekanan. Begitulah yang kudengar dari beberapa rekanku. Nyatanya ini tak sedemikian hebat untuk menghilangkan tekanan-tekanan ini. Mungkin seharusnya aku menemui bandar dan membeli beberapa linting ganja. Benar-benar kacaunya aku bisa berpikiran demikian... Memandang aku ke depan, melihat beberapa remaja saling mengaitkan jemari, tersenyum malu-malu. Sedikit membuatku tersenyum, terima kasih. Lalu aku teralihkan oleh seorang wanita yang menyuapi anaknya sepotong donat pada mulutnya yang belepotan coklat. Aku buru-buru mematikan rokokku, sangat salah rasanya melakukan hal ini di dekat anak-anak. Pasti indah rasanya ketika kau memiliki seorang anak, bermain dengan mereka, bercanda, tertawa dan saling menyayangi. Setidaknya ada seseorang yang menyukaimu, meyayangimu dan terpenting membutuhkanmu. Ingin sekali menjadi orang yang dibutuhkan, bukan hanya sekedar membutuhkan.
Terima kasih telah memberikan sedikit gambaran tentang cinta yang lain. Terima kasih telah memperlihatkan padaku tentang cinta yang lain. Terima kasih hai "wanita itu" yang menunjukkan betapa besar cintamu pada anakmu. Thanks for telling me about another love story which happy ending.
Terima kasih... Entah untuk apalagi.. Mungkin untuk pengalaman yang membuatku semakin tangguh, atau untuk kejadian yang menyadarkan aku siapa diriku. Terima kasih saja, untuk semuanya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar