Aku menyesap minumanku perlahan, menikmati aroma teh melati dingin yang mengalir dalam tenggorokanku. Aku menatap kosong ke arah layar komputer itu, pikiranku entah sedang bermain kemana. terlalu banyak hal yang kupikirkan. Kalau ia bisa bicara mungkin ia akan mengeluh dan memarahiku yang telah membiarkannya bekerja begitu keras. Aroma oli dan gas di luar sana tidak menggangguku sama sekali, bahkan suara bising mesin-mesin kendaraan tak dapat mengusikku.
Alunan lagu yang terdengar sayup menyertaiku berlari dalam pikiran-pikiranku, menemaninya bermain di alam bawah sadar. Lagi-lagi aku teringat kejadian pagi tadi. Kau meludah seolah aku ini sampah, kau memaki seolah aku tak berguna, kau melempar seolah aku ini hina.
Tapi aku ingat lagi bagaimana aku meminta maaf karena aku yang salah, karena aku melawan. Aku bersalah bahkan hanya karena aku mencoba membela diriku sendiri. Dunia yang serasa tak adil.
Aku kembali menenggelamkan pikiran-pikiran konyolku yang ingin berontak. Aku mencoba berfokus pada aroma teh melati ini. Mencoba pergi dari ingatan pagi tadi.
" Mbak, ini motornya sudah selesai diservis" seorang teknisi menghampiriku perlahan sambil membawa secarik kertas nota yang harus kubayar.
" Oh, ya. Terima kasih, sebentar lagi saya ke kasir" kataku seraya mengambil kertas nota itu dan menyimpannya dalam kantongku.
Aku merapikan laptopku yang terbuka, mengemasnya dan memasukkannya ke dalam tas. Berat rasanya meninggalkan tempat ini. Bukan karena aku suka bau oli atau suara bising ini. Aku hanya ingin menyendiri, tanpa ada yang kenal aku, tenggelam dalam pikiran-pikiranku sendiri, menjadi orang yang aku ingin, yang aku suka...
Pergi ke kasir dan membayar nota tadi tidak memerlukan waktu yang lama. Setelah itu aku mengambil motorku, menghidupkannya perlahan dan melajukannya menuju jalan pulang. Aku belum ingin pulang, aku ingin berjalan-jalan sejenak, menghilangkan segala penat yang membebani kepalaku. Seandainya pagi ini tak ada, seandainya aku pergi lebih cepat, atau seandainya tadi aku diam. Terlalu banyak penyesalan namun takkan mengubah apapun. Aku menghela napas perlahan, mengingat kejadian setelah itu, satu senyuman, satu kecupan permohonan maaf. Ya, itu sudah cukup mengobati semuanya. Aku sudah terbiasa dengan konjungtur ini, aku sudah bisa menebak tiap akhir dari sebuah kejadian yang kualami.
Aku harus bahagia dengan semuanya kan?
Aku melaju menuju salah satu gang perumahan dan berhenti pada satu rumah. Disambut dengan gonggongan anjing di depan rumah itu, dengan ekornya yang bergoyang. Kubunyikan bel perlahan, seorang wanita keluar dan membukakan pintu, tak lupa dengan senyum hangat yang selalu menghiasi wajahnya. Ah, senyuman yang selalu membuatku ingin menangis, bukan karena sedih, bukan karena marah. Tapi karena aku belum dapat membanggakannya.
"Ia dimana bu?" tanyaku.
"sudah tidur, ayo masuk. Makanlah dulu" katanya
Aku melepas helmku dan memasuki ruang tidur ibuku. Seorang pria hampir paruh baya sedang tertidur dengan bocah kecil yang kukenal. Lagi-lagi aku tersenyum. Aku disini saja dulu, nanti malam baru pulang, adil kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar