Selasa, 04 Oktober 2011

Tentang Waktu dan Hujan

Ada apa dengan hujan? Mengapa ia membuat suasana begitu kelabu? Hujan... Tiap kali ia datang selalu saja memunculkan perasaan aneh yang belum dapat kudeskripsikan. Ia seolah membuat otakku berhenti sesaat sebelum mulai bekerja lebih keras dari sebelumnya. Belum lagi rasa sesak yang datang bersamaan dengan tubuh yang diam. Diam tak bergerak namun pikiran tetap berlari-lari liar menembus waktu. 
'Hujan yang dingin' pikirku. Aku bahkan belum sempat memesan secangkir kopi hangat atau coklat panas untuk menghangatkan tubuh. Aku menengok keluar jendela. Titik-titik air kini mulai membasahi jendela seolah ingin menerobos masuk dan mengusikku. 
Aku mulai membayangkan bila aku adalah seorang remaja yang menginjak masa puber, bermain hujan dengan kekasih di sebuah taman bunga. kemudian kami saling mengejar satu sama lain, bercanda bermesraan tanpa ada yang perduli, karena semua takut hujan. Aku juga membayangkan ketika kami berteduh di sebuah emperan toko yang sudah tutup, saling meneduhi satu sama lain namun terlambat karena kami sudah basah. Lalu pulang berjingkat pelan karena hari sudah malam.
Namun yang terjadi hanyalah aku yang terduduk diam dengan laptop menyala dan jejaring sosial yang terbuka. Banyak orang yang suka hujan. Mereka menulis status-status tentang hujan, hujan meneduhi hati mereka, katanya. namun lebih banyak lagi yang memaki hujan karena ia menghambat aktivitas dan merusak dandanan siang itu.
Aku masih kokoh dengan perasaan benciku pada hujan. Entah apa salahnya, akupun belum mengerti mengapa hujan memberi efek begitu kuat pada diriku. Aku melirik arlojiku. Belum waktunya pulang. 'Huufffftttt' aku mendesah pelan. Suasana semacam ini benar-benar membuatku muak. Aku hanya ingin melarikan mobilku pulang dan bergelut dengan bantal dan selimut tebal. Mungkin ditemani secangkir coklat hangat, dvd 'pride and prejudice' dan sekotak tisu tentunya. Lalu menangis sendiri karena ending story yang begitu menyedihkan, mengharukan dan mengesankan. Aku masih mengingat bagaimana tanganku kesemutan karena menyaksikan Mr. Darcy menggenggam tangan Elizabet Bennet ketika membantunya naik kereta. Juga saat mereka berpisah ditengah hujan, saling memaki dibalik rasa cinta. Lamunanku terlalu jauh. Aku membiarkannya terbang terlalu tinggi.  Dengan sayap palsu transparan yang hanya terlihat ketika senja datang.
Aku tersadar ketika seorang teman menyodorkan sebuah berkas yang harus kukerjakan. Suasana masih mendung diluar sana, namun hanya rintik yang tertinggal. Aku kembali pada aktivitasku, dengan jari-jariku yang menari liar pada deretan tombol-tombol huruf di depanku.  Berharap sangat hari itu akan cepat berlalu.

Tidak ada komentar: