Hujan lagi... Kelabu. Aku pernah berbicara tentang hujan dan suasana sendu yang dihadirkannya. Aku juga pernah bertanya mengapa hujan dapat sedahsyat ini mempengaruhiku. Dan aku masih saja belum menemukan jawabannya.
Apa mungkin di kehidupan lalu aku memiliki kenangan pahit tentang hujan? Aku rindu... Hujan ini membuat aku rindu. Entah rindu pada apa, atau rindu pada siapa.
Langit terlihat gelap berselimutkan awan hitam. Rintik kemudian berubah menjadi semakin deras. Kami terlalu asyik dengan pembicaraan dan perselisilan kecil saat itu. Saling berebut telepon genggam sampai truk hijau besar itu berada sangat dekat di depan kami. Ia dengan cepat memutar setir menghindari wajah truk yang nyaris saja mencium bibir mobil sedan kami.
Kami mungkin sangat beruntung saat itu bukan jurang di samping kami. Sangat beruntung masih tersisa ruang kecil untuk kami menghindar. Kami terdiam. Saling memandang. Apa itu tadi?
Kami hampir saja tabrakan gara-gara sebuah telepon, menyepelekan sebuah konsentrasi hanya untuk sebuah komunikasi yang bisa dilakukan nanti.
Aku masih shock. Dadaku naik turun, napasku terengah. Mobil mulai melaju lebih normal. Sebenarnya aku masih bingung, apa yang tadi kami lakukan? Nyaris saja.
Hari itu hari purnama, hari saat bulan terlihat penuh, full moon. Kami pergi ke kampung halaman untuk sekedar menghaturkan puja sembah kehadapan Tuhan kami. Mungkin karena itu kami masih dilindungi, mungkin karena itu masih ada kami. Dan mungkin masih ada waktu untuk kami untuk memperbaiki diri. Dan saat itu juga aku mengerti. Kita tidak butuh kemenangan. Tak butuh suatu pencapaian yang tinggi. Hanya butuh menerima. Menerima setiap moment yang harus kita alami. Dan itulah sebuah kemenangan. Saat kita mampu menerima setiap detail kehidupan yang kita alami. Aku ingin memenangkan ini. Ini saja cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar